Saturday, February 20, 2016

On 7:29 AM | By Sepakbola Indo

Bagi penonton, pornografi tampak seperti dunia fantasi yang penuh kesenangan dan sensasi. Bagi mereka yang membuat dan berpartisipasi dalam pembuatan film porno, dari pengalaman mereka seringkali dipenuhi dengan narkoba, penyakit, perbudakan, perdagangan, pemerkosaan dan penyiksaan.
Industri pornografi berusaha keras untuk menampilkan kesan mewah, tetapi di balik kamera ada kenyataan tentang kekerasan, narkoba, penjualan manusia. Dengan beberapa editing dan paksaan ”tak terlihat”, pelaku pornografi dapat membuatnya terlihat dapat dinikmati di depan layar. Tetapi versi ”un-cut nya” berbeda. Artis film porno sering diancam dan tersiksa secara emosional dan verbal oleh agen dan sutradara untuk memaksa mereka agar melakukan hal yang tak mau mereka lakukan. ”Kau dianggap sebagai objek dan bukan sebagai manusia yang punya jiwa”, tulis Jersey Jaxim, seorang mantan bintang porno yang meninggalkan industri tersebut tahun 2007. ”Orang-orang tersebut memakai narkoba karena tidak tahan terhadap cara mereka diperlakukan. 75% (dari bintang/artis porno) yang memakai narkoba dan semakin bertambah. Ini menyebabkan mereka mati rasa. Ada dokter khusus dalam industri ini yang jika kau pergi berobat flu ke sana, mereka akan memberimu Vicodin, Viagra, apapun yang kau inginkan karena dokter itu hanya peduli pada uang. Kau adalah sumber uang, kau terluka, kau punya mata hitam/lelah, kau terkoyak, serasa dirimu tercabik-cabik dan terbolak-balik.
Tak hanya pelaku pornografi (artis) yang punya pengalaman dan rasa sakit fisik serta emosional yang parah, dalam banyak kasus, mereka juga menyembunyikan fakta bahwa beberapa ”artis” tidak diberikan pilihan sama sekali. Produser film porno berbohong terhadap pembeli atau konsumen bahwa pornografi adalah hiburan yang legal yang diproduksi oleh orang-orang yang berbuat karena hal tersebut adalah hal yang sesuai keinginan mereka. Tak mengapa bagi pembeli / konsumen film menikmatinya karena toh orang yang mereka lihat juga terlihat menikmati. Apa yang tidak mereka katakan adalah beberapa artis tersebut terlihat menikmatinya karena dibalik layar ada senjata yang ditodongkan ke mereka, dan jika berhenti tesenyum saja akan ditembak.
Tampaknya , perdagangan manusia adalah bisnis bawah tanah, sehingga sulit membuat statistiknya. Tapi kenyataan yang muncul membuat merinding. Sebagai contoh, tahun 2011, 2 orang dari Miami divonis bersalah karena selama 5 tahun membujuk wanita masuk ke dalam jebakan perdagangan manusia, mereka membuat iklan untuk mencari peran model, lalu ketika ada wanita datang mengikuti tes, mereka akan membiusnya, menculik, memperkosa, merekam kekerasan dan menjualnya di toko dan bisnis porno di seluruh negeri. Di tahun yang sama, satu pasangan di Missouri didakwa karena memaksa gadis cacat mental untuk membuat adegan porno untuk mereka dengan memukul, mencambuk, mencekik, menyetrum, menenggelamkan, memutilasi, menyekak leher sampai dia mau. Salah satu foto yang berhasil mereka paksakan terhadap gadis tersebut muncul di cover majalah milik Hustler Magazine Corp.
Kasus-kasus tersebut hanyalah puncak dari gunung es; masih ada banyak yang serupa, dan untuk setiap korban yang ditemukan, tak terhitung lainnya yang menderita dalam diam. Yang lainnya dikorbankan dengan menjadi wanita prostitusi. Dengan hal tersebut, dalam pornografi, prostitusi dan eksploitasi orang lain secara seksual terlihat normal atau biasa saja.
Tak mengherankan bahwa ada hubungan yang kuat antara kecanduan pornografi dengan kunjungan ke tempat prostitusi . Bahkan, pria yang pergi ke tempat prostitusi 2x lebih mungkin menonton film porno pada tahun lalu dibanding masyarakat umum. Juga tidak mengherankan jika para pelanggan ini muncul, banyak yang siap di tangan dengan gambar-gambar porno yang menunjukkan wanita-wanita yang mereka eksploitasi – banyak di antaranya adalah korban perdagangan manusia yang dikontrol oleh mucikari – apa yang akan dipaksakan kepada mereka, dan mereka bukan hanya satu-satunya yang menggunakan pornografi sebagai industri. Mucikari dan pedagang menggunakan pornografi sebagai awalan terhadap korban menuju hidup baru dalam perbudakan seks”, kata Dr. Janice Shaw Crouse, seorang mantan wakil UN dan rekan senior di Beverly LaHaye Institute. Melalui terbongkarnya pornografi, para korban “semakin sulit menerima yang tak terelakkan dan belajar apa yang diinginkan dari mereka”.
Pada sebuah studi dari 854 wanita di tempat prostitusi dari 9 negara, 49% mengatakan bahwa pornografi dibuat oleh mereka selagi masih di tempat prostitusi, dan 47% mengatakan mereka telah disakiti oleh pria yang memaksa antau mencoba memaksa korbannya untuk melakukan hal-hal yang dilihat pria tersebut dalam film porno. Kesimpulannya, pornografi menghidupi prostitusi; pornografi dan prostitusi adalah hasil dari perdagangan seks.
Posted in  |  with Leave a response | 

0 comments:

Post a Comment

Copyright © Gerakan Melawan Narkoba Jenis Baru "Pornografi" | Powered by Blogger
Design by SimpleWpThemes | Blogger Theme by Lasantha - PremiumBloggerTemplates.com | NewBloggerThemes.com