Industri pornografi berusaha keras untuk menampilkan kesan mewah,
tetapi di balik kamera ada kenyataan tentang kekerasan, narkoba,
penjualan manusia. Dengan beberapa editing dan paksaan ”tak terlihat”,
pelaku pornografi dapat membuatnya terlihat dapat dinikmati di depan
layar. Tetapi versi ”un-cut nya” berbeda. Artis film porno
sering diancam dan tersiksa secara emosional dan verbal oleh agen dan
sutradara untuk memaksa mereka agar melakukan hal yang tak mau mereka
lakukan. ”Kau dianggap sebagai objek dan bukan sebagai manusia yang
punya jiwa”, tulis Jersey Jaxim, seorang mantan bintang porno yang
meninggalkan industri tersebut tahun 2007. ”Orang-orang tersebut memakai
narkoba karena tidak tahan terhadap cara mereka diperlakukan. 75% (dari
bintang/artis porno) yang memakai narkoba dan semakin bertambah. Ini
menyebabkan mereka mati rasa. Ada dokter khusus dalam industri ini yang
jika kau pergi berobat flu ke sana, mereka akan memberimu Vicodin,
Viagra, apapun yang kau inginkan karena dokter itu hanya peduli pada
uang. Kau adalah sumber uang, kau terluka, kau punya mata hitam/lelah,
kau terkoyak, serasa dirimu tercabik-cabik dan terbolak-balik.
Tak hanya pelaku pornografi (artis) yang punya pengalaman dan rasa
sakit fisik serta emosional yang parah, dalam banyak kasus, mereka juga
menyembunyikan fakta bahwa beberapa ”artis” tidak diberikan pilihan sama
sekali. Produser film porno berbohong terhadap pembeli atau konsumen
bahwa pornografi adalah hiburan yang legal yang diproduksi oleh
orang-orang yang berbuat karena hal tersebut adalah hal yang sesuai
keinginan mereka. Tak mengapa bagi pembeli / konsumen film menikmatinya
karena toh orang yang mereka lihat juga terlihat menikmati. Apa yang
tidak mereka katakan adalah beberapa artis tersebut terlihat
menikmatinya karena dibalik layar ada senjata yang ditodongkan ke
mereka, dan jika berhenti tesenyum saja akan ditembak.
Tampaknya , perdagangan manusia adalah bisnis bawah tanah, sehingga
sulit membuat statistiknya. Tapi kenyataan yang muncul membuat
merinding. Sebagai contoh, tahun 2011, 2 orang dari Miami divonis
bersalah karena selama 5 tahun membujuk wanita masuk ke dalam jebakan
perdagangan manusia, mereka membuat iklan untuk mencari peran model,
lalu ketika ada wanita datang mengikuti tes, mereka akan membiusnya,
menculik, memperkosa, merekam kekerasan dan menjualnya di toko dan
bisnis porno di seluruh negeri. Di tahun yang sama, satu pasangan di
Missouri didakwa karena memaksa gadis cacat mental untuk membuat adegan
porno untuk mereka dengan memukul, mencambuk, mencekik, menyetrum,
menenggelamkan, memutilasi, menyekak leher sampai dia mau. Salah satu
foto yang berhasil mereka paksakan terhadap gadis tersebut muncul di
cover majalah milik Hustler Magazine Corp.
Kasus-kasus tersebut hanyalah puncak dari gunung es; masih ada banyak
yang serupa, dan untuk setiap korban yang ditemukan, tak terhitung
lainnya yang menderita dalam diam. Yang lainnya dikorbankan dengan
menjadi wanita prostitusi. Dengan hal tersebut, dalam pornografi,
prostitusi dan eksploitasi orang lain secara seksual terlihat normal
atau biasa saja.
Tak mengherankan bahwa ada hubungan yang kuat antara kecanduan
pornografi dengan kunjungan ke tempat prostitusi . Bahkan, pria yang
pergi ke tempat prostitusi 2x lebih mungkin menonton film porno pada
tahun lalu dibanding masyarakat umum. Juga tidak mengherankan jika para
pelanggan ini muncul, banyak yang siap di tangan dengan gambar-gambar
porno yang menunjukkan wanita-wanita yang mereka eksploitasi – banyak di
antaranya adalah korban perdagangan manusia yang dikontrol oleh
mucikari – apa yang akan dipaksakan kepada mereka, dan mereka bukan
hanya satu-satunya yang menggunakan pornografi sebagai industri.
Mucikari dan pedagang menggunakan pornografi sebagai awalan terhadap
korban menuju hidup baru dalam perbudakan seks”, kata Dr. Janice Shaw
Crouse, seorang mantan wakil UN dan rekan senior di Beverly LaHaye
Institute. Melalui terbongkarnya pornografi, para korban “semakin sulit
menerima yang tak terelakkan dan belajar apa yang diinginkan dari
mereka”.
Pada sebuah studi dari 854 wanita di tempat prostitusi dari 9 negara,
49% mengatakan bahwa pornografi dibuat oleh mereka selagi masih di
tempat prostitusi, dan 47% mengatakan mereka telah disakiti oleh pria
yang memaksa antau mencoba memaksa korbannya untuk melakukan hal-hal
yang dilihat pria tersebut dalam film porno. Kesimpulannya, pornografi
menghidupi prostitusi; pornografi dan prostitusi adalah hasil dari
perdagangan seks.
0 comments:
Post a Comment